Pelaburan

Perang Uhud dan Pelajaran di Dalamnya

Perang Uhud dan Pelajaran di Dalamnya

rumahkabin black

Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu, pada bulan Syawal, tahun ketiga Hijriyah. Latar belakang perang ini terjadi adalah keinginan kaum musyrikin untuk balas dendam atas terbunuhnya pasukan mereka pada perang Badar.

 

 

 

Awal Perang Uhud

Ketika Abu Sufyan kembali dengan membawa kafilah dagangnya, ia berkata di hadapan para pembesar Quraisy, “Wahai Quraisy, sesungguhnya Muhammad telah mengalahkan kalian dan membunuh pemimpin-pemimpin terbaik kalian. Bantulah aku dengan harta ini untuk memeranginya!” Mereka pun menyambut ajakan tersebut sehingga terkumpul 1.000 ekor unta dan 50.000 dinar.

Mereka pun mulai menggalang pasukan untuk memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta bantuan kepada kabilah-kabilah yang tersebar di sekitar Makkah. Mereka berangkat meninggalkan Makkah pada hari Kamis bulan Syawal dengan kekuatan 3.000 prajurit.

Al-Abbas bin ‘Abdul Muththalib telah menulis surat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menginformasikan apa yang tengah terjadi. Surat itu disampaikan oleh seorang kurir dari kabilah Bani Ghiffar. Kemudian surat itu dibacakan oleh Ubay bin Ka’ab di hadapan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau pun meminta merahasiakannya.

Baca juga: Kenapa Kita Harus Menjaga Rahasia?

Akhirnya, berita kedatangan tentara Quraisy pun tersebar di masyarakat dan membuat takut orang-orang Yahudi dan munafik. Apalagi ketika pasukan musyrikin sudah tiba mendekati Madinah membuat suku Aus dan Khazraj berjaga-jaga sambil membawa senjata di seputar Masjid Nabawi dekat dengan rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, khawatir akan adanya serangan mendadak.

Baca juga: Menawarkan Islam kepada Beberapa Tokoh dan Kabilah

Pada malam Jumat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bermimpi dan keesokan paginya, beliau ceritakan di hadapan para sahabatnya seraya berkata, “Demi Allah! Sungguh semalam aku bermimpi baik. Aku bermimpi ada beberapa ekor sapi yang disembelih, pedangku sumbing dan aku memasukkan tanganku ke dalam baju perangku. Adapun sapi yang disembelih adalah terbunuhnya beberapa orang dari sahabatku. Selain itu, sumbingnya pedangku adalah tanda terbunuhnya seorang dari anggota keluargaku.”

Baca juga: Mimpi Baik dan Mimpi Buruk

Dari Abu Musa Al-Asy’ary, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Aku bermimpi mengayunkan pedang lalu patah, ternyata itu adalah isyarat kekalahan yang menimpa kaum mukminin dalam perang Uhud. Kemudian akun ayunkan kembali, maka pedang itu pun menjadi tampak lebih bagus dari sebelumnya, ternyata itu adalah pertolongan Allah dan bersatunya kaum mukminin. Aku juga bermimpi melihat beberapa ekor sapi, demi Allah sangat baik dan ternyata mereka adalah kaum mukminin yang terbunuh dalam perang Uhud.” (HR. Bukhari, no. 4081)

Kemudian beliau pun bermusyawarah dengan para sahabatnya dan berkata, “Bagaimana menurut kalian apakah lebih baik menetap di Madinah dan kita tempatkan kaum wanita dan anak-anak di Al-Athom. Apabila mereka (musuh) tetap bertahan, maka bertahan dalam suasana buruk. Jika mereka masuk Madinah menyerang, kita perangi mereka melalui lorong-lorong jalan yang kita kuasai dan kita serang dengan panah dari atap-atap rumah.”

Pendapat ini didukung oleh para tokoh Muhajirin dan Anshar serta pendapat dari ‘Abdullah bin Ubay.

Sedangkan sebagian besar anak-anak muda yang tidak ikut dalam perang Badar dan pemuda yang mencari syahid menginginkan untuk berhadapan dengan musuh. Mereka berkata, “Wahai Rasulullah, marilah kita hadapi musuh kita agar mereka tidak menganggap kita pengecut.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menyukai sikap mereka yang meminta terus menerus. Ketika mereka bersikeras dengan keinginannya itu, beliau pun mengimami mereka dalam shalat Jumat, menasihati, dan memerintahkan mereka untuk serius dan bersungguh-sungguh. Mereka pun senang untuk menghadapi musuh, sementara yang lainnya tidak menyukainya.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami mereka untuk shalat Ashar, sementara mereka telah bersiap siaga. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam masuk ke dalam rumahnya. Pada saat itu datanglah dua sahabat yang bernama Sa’ad bin Mu’adz dan Usaid bin Hudhair seraya berkata, “Kalian telah memaksa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kembalikanlah keputusannya kepada beliau!” Tiba-tiba Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam muncul dengan pakaian perangnya dan sebilah pedang yang terhunus dan tutup kepala baja. Mereka pun menyesal atas sikap mereka selama ini seraya berkata, “Kami tidak ingin menentangmu, ambillah keputusan sesuai kehendakmu, wahai Rasulullah.” Kemudian beliau menjawab, “Tidak pantas bagi seorang Nabi yang telah mengenakan topi bajanya untuk melepas kembali sampai Allah memutuskan antara dirinya dengan musuhnya.”

Kemudian berangkatlah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan kekuatan kurang lebih 1.000 pasukan. Ketika mereka sampai di wilayah Syauth (tempat antara Madinah dan Uhud), ‘Abdullah bin Ubay beserta 300 pengikutnya menarik diri sambil berkata, “Dia (Muhammad) telah mengikuti kemauan mereka (sahabat) dan mengabaikan aku. Untuk apa kita membunuh diri kita sendiri wahai teman-teman?” Maka ia pun kembali bersama pengikutnya dari kalangan munafik dan orang-orang yang ragu.

Di tengah perjalanan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan inspeksi pasukan, ternyata terdapat beberapa anak kecil yang belum memiliki kemampuan untuk berperang, hanya semangat saja dan keinginan untuk menjadi syuhada. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menolak keikutsertaan mereka karena masih kecil. Di antara mereka yang ditolak adalah Samurah bin Jundab dan Rafi’ bin Khudaij. Usia mereka kala itu baru 15 tahun. Kemudian dikatakan kepada beliau, “Wahai Rasulullah, Rafi’ itu memiliki keahlian memanah.” Kemudian beliau pun mengizinkannya. Selain itu, dikatakan kepada beliau, “Samurah dapat mengalahkan Rafi’.” Maka beliau pun mengizinkan Samurah untuk ikut.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melanjutkan perjalanannya, seraya berkata, “Siapakah orang yang dapat mengantarkan kami ke pihak musuh lebih dekat lagi?” Abu Khaitsamah berkata, “Saya wahai Rasulullah.” Kemudian ia pun mengajak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melintasi bukit Bani Haritsah dan perkebunan mereka. Ketika melintasi kebun milik Murabba’ bin Qaizhi seorang munafik yang buta matanya (dharirul bashor), ketika ia mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya akan melintasi kebunnya ia pun melemparkan segenggam tanah ke arah para sahabat sambil berkata, “Jika kamu adalah Rasulullah, akut tidak menghalalkan masuk ke kebunku.” Sahabat pun mengepung untuk membunuhnya, tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencegah mereka dan bersabda, “Janganlah kalian membunuhnya, sesungguhnya orang ini buta hatinya, juga buta penglihatannya.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun melanjutkan perjalanan hingga sampai di sebuah lembah di Uhud dengan posisi membelakangi gunung Uhud dan melarang sahabat untuk berperang hingga ada intruksi.

 

Mulailah Perang Uhud

Sabtu pagi, beliau telah siap untuk berperang bersama 700 sahabat. Beliau menugaskan para pemanah yang berjumlah 50 orang di bawah komando ‘Abdullah bin Jubair untuk tetap dalam posisinya, tidak meninggalkan posnya sekalipun ia melihat pasukannya disambar burung. Posisi pemanah ini berada di belakang pasukan utama dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan mereka mengusir kaum musyrikin dengan hujan panah agar tidak menyerang kaum muslimin dari arah belakang.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tampil dengan dua baju perangnya, sementara kaum musyrikin tengah menyiapkan pasukannya. Mereka memiliki pasukan kavaleri (pasukan berkuda) dengan 200 ekor kuda. Sayap kanannya dipimpin oleh Khalid bin Walid dan sayap kirinya dipimpin oleh ‘Ikrimah bin Abu Jahal.

Perang diawali dengan pertarungan satu lawan satu. Thalhah bin Abi Thalhah salah satu pemegang panji orang kafir menantang untuk bertanding. Ajakan ini pun disambut oleh Zubair dengan langsung menerjangnya saat musuh berada di atas untanya hingga jatuh tersungkur lalu ditebaslah batang lehernya dengan pedangnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkomentar,

إِنَّ لِكُلِّ نَبِىٍّ حَوَارِيًّا ، وَحَوَارِىَّ الزُّبَيْرُ

Setiap Nabi itu punya seorang Hawariyyun (pengikut setia). Pengikut setiaku adalah Az-Zubair.” (HR. Bukhari, no. 2846, hadits dari Jabir radhiyallahu ‘anhu)

Baca juga: Zubair bin Awwam itu Hawariyyun

Setelah itu perang massal pun berkecamuk, pedang saling berdentingan. Kaum musyrikin sempat berusaha sebanyak tiga kali untuk menembus pertahanan kaum muslimin, tetapi dapat digagalkan oleh pasukan pemanah sehingga mereka pun mundur. Umat Islam saat itu tengah diuji dengan kebaikan dan mereka mampu memperlihatkan kepahlawanannya sehingga membuat kaum musyrikin lemah tak berdaya.

 

Terbunuhnya Hamzah bin ‘Abdul Muththalib

Ali, Zubair, Thalhah, Abu Thalhah, Sa’ad bin Abi Waqqashmereka berperang dengan gagah berani. Begitu pula singa Allah dan Rasul-Nya, Hamzah bin ‘Abdul Muththalib. Bahkan beliau sempat membunuh beberapa pembawa panji-panji kemusyrikan dari Bani ‘Abdid Dar. Namun, tiba-tiba Wahsyi yang sejak tadi mencari kesempatan untuk membunuh Hamzah melemparkan tombaknya hingga membunuhnya.

Wahsyi menceritakan peristiwa tersebut sebagaimana yang terdapat dalam Shahih Al-Bukhari, “Sesungguhnya Hamzah telah membunuh Thu’aimah bin ‘Adi pada perang Badar. Tuanku, Jubair bin Muth’im berkata kepadaku, ‘Jika kamu berhasil membunuh Hamzah yang telah membunuh pamanku, maka kamu akan merdeka (tidak menjadi budak lagi).’ Ketika orang-orang keluar menuju Uhud untuk berperang, aku pun ikut bersama mereka. Tatkala pasukan sudah saling berhadapan, tampillah Siba’ seraya berkata, ‘Adakah di antara kalian yang berani melakukan perang tanding?’ Maka tampillah Hamzah menghadapinya seraya berkata, ‘Hai Siba’ anak induk singa yang putus ekornya! Apakah kamu menentang Allah dan Rasul-Nya?’ Maka Hamzah pun mampu membunuhnya. Aku pun menyelinap di balik batu untuk mendekati Hamzah dan kemudian aku pun melemparkan tombakku ke arahnya.”

Setelah peristiwa tersebut, Wahsyi masuk Islam dan ikut dalam perang Yamamah dan berhasil membunuh Musailamah Al-Kadzdzab dengan tombak yang sama.

 

Awalnya, Kaum Muslimin Meraih Kemenangan

Malaikat juga ikut dalam perang Uhud ini. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perang Uhud dikawal oleh dua orang berpakaian putih berperang dengan gagah berani yang pernah aku melihat sebelumnya maupun sesudahnya.” (Fath Al-Baari, 7:358, hadits no. 4054). Ibnu Hajar mengomentari hadits ini dengan menyatakan bahwa kedua orang yang mengawal beliau adalah Jibril dan Mikail (Fath Al-Baari, 7:358)

Kemudian Allah pun memberikan kemenangan kepada kaum muslimin. Mereka menghalau kaum musyrikin dengan pedang sehingga mengakibatkan kekalahan fatal bagi kaum musyrikin. Mereka lari tunggang-langgang, sementara kaum perempuannya meneriakkan doa kesialan dan sumpah serapah. Kaum muslimin terus mendesak mereka dan berhasil mengumpulkan ghanimah (rampasan perang) yang sangat banyak.

Sementara itu, pasukan pemanah melupakan pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk tidak meninggalkan posisinya. Mereka berkata, “Ayo kita kumpulkan ghanimah! Teman-teman kita telah menang. Apa yang kalian tunggu lagi?” Abdullah bin Jubair berkata, “Apakah kalian lupa apa yang dipesankan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada kalian?” Mereka pun berkata, “Demi Allah, orang-orang pada datang untuk meraih ghanimah.”

 

Bersambung Insya-Allah …

 

 

Referensi:

Fiqh As-Sirah. Cetakan kesepuluh, tahun 1437 H. Prof. Dr. Zaid bin ‘Abdul Karim Az-Zaid. Penerbit Dar At-Tadmuriyyah.

 

 

Ditulis sejak 30 Desember 2022, 6 Jumadal Akhirah 1444 H

@ Darush Sholihin Panggang Gunungkidul

Muhammad Abduh Tuasikal

Artikel Rumaysho.Com



rumahkabin black
Desain Rumah Kabin
Rumah Kabin Kontena
Harga Rumah Kabin
Kos Rumah Kontena
Rumah Kabin 2 Tingkat
Rumah Kabin Panas
Rumah Kabin Murah
Sewa Rumah Kabin
Heavy Duty Cabin
Light Duty Cabin


Source link