Dua Perbedaan antara Shalat Syariat dan Tarekat Menurut Syekh Abdul Qadir Al-Jilani
Syekh Abdul Qadir Al-Jilani dalam karyanya Sirrul Al-Asrar di fasal yang ke empat belas, (Juz, 1, Hlm. 104) menjelaskan tentang perbedaan shalat syariat dan shalat tarekat. Di fasal tersebut Syekh Abdul Qadir Al-Jilani menjelaskan dalil dari shalat syariat dan shalat tarekat.
Sebelum menjelaskan shalat syariat dan shalat tarekat, Syekh Abdul Qadir Al-Jilani mengutip firman Allah SWT:
حَافِظُوا عَلَى الصَّلَوَاتِ وَالصَّلَاةِ الْوُسْطَىٰ وَقُومُوا لِلَّهِ قَانِتِينَ
Artinya: “Peliharalah semua shalatmu, dan (peliharalah) shalat wusthaa. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyu.“(QS. Al-Baqarah: 238)
Menurut penuturan Syekh Abdul Qadir Al-Jilani shalat syariat bertendensi kepada firman Allah SWT, yaitu, Hafiduu Alas Shalawati yang artinya kita diwajibkan menjaga shalat lima waktu. Shalat lima waktu tersebut dikerjakan oleh jasmani (badan) seperti, berdiri, membaca fatihah, rukuk, sujud, duduk, bersuara, atau melafadzkan rukun-rukun qauli (ucapan).
Adapun shalat tarekat tempatnya di dalam hati dan terus menerus tidak terbatas oleh ruang dan waktu. Shalat tarekat bertendensi pada firman Allah SWT, yaitu, Wasshalawati Al-Wustha yang dimaksud sholat Al-Wustha adalah sholat tarekat atau shalatnya hati, kenapa disebut shalat hati? Karena penciptaan hati di posisikan di tengah jasad yang berada diantara kanan dan kiri, diantara tinggi dan rendah, dan diantara selamat dan celaka.
Rasulullah SAW, bersabda:
إن القلوب بين أصبعين من أصابع الرحمن ، إن شاء أقامها وإن شاء أزاغها
Artinya: “Sesungguhnya hati-hati manusia berada diantara dua jari dari jari-jari ar-Rahman, jika Dia menghendaki, Dia tetapkannya, dan jika Dia menghendaki, Dia belokkannya” (HR. At-Tirmidzi)
Yang dimaksud jari-jari Ar-Rahman dalam hadis di atas, adalah dua sifat Allah, yaitu, sifat Allah yang maha memaksa dan maha lembut, karena Allah disucikan dari sifat memiliki jari-jemari. Dan hadis di atas, sebagai dalil atau rujukan dari shalat tarekat atau sholat hati.
Selanjutnya Syekh Abdul Qadir Al-Jilani menjelaskan shalat syariat secara spesifik, bahwa shalat syariat yaitu, shalat yang telah ditetapkan waktunya sehari-semalam sebanyak lima waktu. Shalat syariat disunnahkan berjemaah di masjid dan harus menghadap ke kiblat, dan bagi makmum harus mengikuti pergerakan imamnya.
Adapun shalat tarekat, yaitu, terus menerus selama ia masih hidup, masjidnya adalah hati, jemaahnya adalah kuatnya batin (hati) dari menyibukkan diri mengingat Allah, imamnya adalah rindunya hati kepada Allah, kiblatnya adalah khadirat Allah yang maha satu tampa sekutu. Hatinya tidak mati dan tidak tidur, hatinya merepotkan diri mengingat Allah dalam keadaan tidur dan terjaga, disebabkan hatinya selalu hidup. Hidupnya hati tampa suara, tampa berdiri, dan tampa duduk. Hal tersebut tergambar dalam sabda Nabi Muhammad SAW:
الأنبياء والأولياء يصلون فى قبورهم كما يصلون فى بيوتهم
Artinya: “Para Nabi dan para Auliya’ (kekasih Allah SWT) mereka sholat di dalam kuburnya sebagaimana halnya mereka sholat di rumah mereka.” (HR. Imam Malik dalam Al-Muwaththa: 28)
Para Nabi dan para Auliya’ (kekasih Allah) merepotkan diri dengan selalu mengingat Allah SWT, dikarenakan hati mereka selalu hidup. Dan ketika berkumpul shalat syariat dan shalat tarekat secara zahir dan batin, maka sempurnalah shalatnya dan pahalanya sangat besar, mereka termasuk ahli ibadah secara zahir dan ahli makrifat secara batin.
Wallahu A’lam Bissawab.
Desain Rumah Kabin
Rumah Kabin Kontena
Harga Rumah Kabin
Kos Rumah Kontena
Rumah Kabin 2 Tingkat
Rumah Kabin Panas
Rumah Kabin Murah
Sewa Rumah Kabin
Heavy Duty Cabin
Light Duty Cabin
Source link